Puasa & Psikoterapi
Hikmah Puasa dan Psikoterapi Islami
Puasa memiliki manfaat besar baik secara fisik, mental dan spiritual. Puasa adalah latihan prilaku yang berpengaruh pada jiwa. Bila puasa dilakukan di bulan ramadhan maka pelatihan masal ini semakin menguatkan efeknya yang luar biasa bagi pertumbuhan jiwa raga kita. Kepekaan dan tanggung jawab sosial cenderung mendorong seseorang untuk berbagi sehingga ia merasa sebagai anggota masyarakat yang bermanfaat bagi komunitasnya dan akhirnya ia merasa tentram. Inilah yang disebut oleh Jamaluddin Ancok sebagai Hunger Project (Ancok dan Suroso, 1995, dikutip dari Ikhwan Fuad, 2016 ).
Puasa batin, secara psikologis dapat menjadi media psikoterapi/menyehatkan mental dan spiritual karena beberapa kondisi berikut:
1. Puasa mengajarkan orang untuk menunda keinginan atau bersabar, yaitu ketika ia menahan diri untuk tidak makan, minum dan hubungan sex yang sebelumnya halal ditunda sampai waktu malam hari. Dengan demikian ia belajar mengelola dorongan-dorongannya, luapan emosi serta prilakunya. Hal ini jelas-jelas diutamakan, karena ketika puasa ia selalu diingatkan untuk menjaga diri dari perbuatan, perkataan dan hal-hal yang buruk selama berpuasa, seperti membicarakan orang lain, marah, berdebat, apalagi perbuatan dosa seperti mencuri, berzina dan sebagainya.
2. Mengelola emosi, meningkatkan kepekaan dan empati. Berpuasa berarti mengurangi waktu asupan makanan dan kebutuhan biologis yang berdampak pada kondisi fisik, orang mencukupkan diri dengan kebutuhan dasar paling minimum dan karenanya tidak berlebihan dalam memenuhi hasrat materil. seorang yang berpuasa akan belajar untuk menahan lapar dan haus lalu menyadari bahwa ia menjadi lemah dan mampu merasakan bahwa hal tersebut dapat terjadi pada banyak manusia yang kurang beruntung. Dengan berpuasa orang berlatih berempati pada kesulitan orang lain. Betapa banyak orang lapar dan haus karena mereka benar-benar miskin, atau terkurung dalam embargo ekonomi atau karena peperangan. Manusia bisa menjadi sangat buas ketika memperebutkan materi, meskipun kebutuhan dasar makan itu sebenarnya umpama hanya sepiring nasi. Untuk dapat hidup, manusia perlu makan, puasa beberapa jam melemahkan tubuhnya dan hal itu diharapkan menjadi pengingat betapa lemah dan rapuhnya kehidupan manusia.
3. Puasa adalah salah satu metoda dalam terapi tazkia, yaitu menyadarkan seseorang untuk mengendalikan dorongan nafsunya, mensucikan jiwanya. Nafsu atau dorongan id yang didominasi oleh insting mendorong orang untuk dikuasai oleh nafs al amarah dalam terminologi sufistik. dorongan id yang selalu menuntut untuk dipuaskan segera ditunda dengan kendali superego yaitu aturan agama. Dalam pengertian yang serupa, Nafsu syahwat yang terdiri dari kebutuhan biologis dilatih dan dikendalikan. Nafs al amarah sering merusak dirinya atau mengganggu orang lain. Energi dilemahkan dengan berpuasa, sehingga dorongan untuk mengumbar nafs yang mengarah pada keburukan dapat dikurangi. Ketika berpuasa, orang diajarkan untuk mengarahkan hidupnya pada dorongan-dorongan yang lebih tinggi, amalan yang mendekatkan diri pada Tuhan, sehingga nafs dibersihkan dan naik kelas. Puasa membersihkan jiwa dan merupakan satu metoda untuk mendekatkan diri pada Allah. Allah Maha Suci hanya dapat didekati oleh jiwa-jiwa yang suci. Jiwa yang suci adalah yang terbebas dari nafsu syahwat dan didominasi oleh nafs almutmainnah, jiwa yang tenang dan bersih dari dosa, ataupun penyakit hati.
4. Puasa mengendalikan prilaku. Puasa itu menguji dan melatih integritas, karena hanya dirinya dan Tuhan yang tahu bahwa ia berpuasa. Seorang yang berpuasa menyadari bahwa Tuhan Maha Mengawasi. Dengan keyakinan itu, seseorang akan cenderung lebih waspada untuk berhati-hati dalam bertindak. Di sisi lain Tuhan juga Maha Kasih sehingga orang akan lebih tenang dan tawakal sehingga orang berpuasa dapat terhindar dari rasa cemas, takut dan emosi negatif lainnya. Dalam tradisi sufistik, puasa adalah latihan muroqobah, bahwa Allah selalu mengawasi dirinya, karenanya ia akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Puasa mendidik jiwa untuk menjadi pribadi yang takwa.
5. Puasa adalah media sublimasi yang positif. Ketika energi psikologis lebih dikendalikan oleh moralitas dan selama berpuasa orang akan cenderung menyertai perbuatannya dengan amal shaleh lainnya seperti zikir, sodaqoh, mengaji dan belajar. Seseorang ketika berpuasa mendapatkan dukungan dari lingkungan untuk lebih religius dan meningkatkan keimanan dan beramal shaleh. Tradisi bulan Ramadhan merupakan pelatihan kolosal seluruh dunia, dimana manusia mendapatkan suasana yang kondusif untuk berlatih bersama.
6. Puasa mendidik karakter, khususnya budaya malu yang menjadi tameng untuk tindakan yang asosial atau amoral. Seseorang akan lebih sadar akan batasan dan aturan dalam hidup sehari-hari, berbuat baik, menghindari hal-hal buruk dan mengendalikan dorongan untuk bertindak negatif.
7. Puasa mengatur pikiran dan tindakan untuk fokus. Orang akan lebih menyadari bahwa Allah Maha melihat, walaupun ia tak melihatNya. Ia akan sadar bahwa segala hal ada dalam pengawasanNya termasuk apa yang dia pikirkan, dan tindakannya setiap saat. Karena itu seseorang akan lebih memantau panca indranya untuk tidak tergelincir dalam melakukan dosa besar maupun kecil. ia menjaga pendengarannya untuk tidak mendengar hal sia-sia, menjaga mulutnya untuk tidak berghibah, membicarakan orang lain dan mendengki, menjaga penglihatannya untuk melihat hal-hal yang haram, seperti cabul dan tontonan yang mengajak pada tindakan dosa juga menjaga kakinya untuk tidak melangkah dan pergi ke tempat maksiat dan juga tangannya untuk tidak melakukan dosa dan kesia-siaan.
8. Puasa digunakan juga sebagai praktek latihan spiritual untuk mendekat pada karakter malaikat yang tak memerlukan makan,minum dan sex. Semua itu merupakan kebutuhan biologis kebutuhan dasar hewani yang membuat manusia memiliki hasrat atau syahwat. Syahwat ini juga mendorong manusia dapat terjerumus pada aspek fisik dan material semata. Malaikat adalah makhluk rohani yang hanya berbuat baik, bertasbih dan tidak pernah durhaka karena tidak diberi syahwat. Orang berpuasa menjadi lebih dekat dengan Allah. Melatih akhlak kepada Allah , mempersempit gerak syetan dengan mengontrol dorongan rendah. Menyadari dunia milik Allah dengan tunduk patuh pada perintahNya meskipun hanya dengan tidak makan dan minum. Manusia berpuasa akan sadar akan kelemahan diri. Hanya dengan tidak makan saja, manusia tak berdaya. Berhenti berbuat dosa mulai dari menjaga mulut yang sering jadi sumber perbuatan maksiat.
Abu Hamid Al Ghazali yang dikutip dari Dr Arkam Ridha, 2004 mengklasifikasi puasa menjadi tiga tinggkatan
1. Puasa Umum
2. Puasa Khusus
3. Puasa Khususul khusus (super khusus)
Puasa umum sudah dibahas dalam piqh/hukum islam tentang puasa. Hikmah puasa sebelumnya sudah saya tuliskan https://bit.ly/Menjemputramadhan
Puasa ini menghindarkan perut dan kemaluan dari syahwat. Puasa khusus adalah menghindarkan seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa selain dari perut dan kemaluan atau syahwat.
“Jangan memperbanyak pembicaraan yang bukan dzikir kepada Allah, karena perkataan seperti itu akan mengeraskan hati an orang yang paling jauh dari Allah adalah mereka yang keras hatinya” (HR Tirmizi)
Sedangkan puasa khususul khusus merupakan puasa hati dari selain Allah swt dan ridha terhadap ketentauanNya, mengejar dan membuktikan kecintaan padaNYa diatas segala kecintaan ( At Taubah ;24)
Sebagai salah satu jalan atau metoda dalam spiritual, menurut al Ghazali puasa memiliki 10 paedah atau keutamaan ( dikutip dari Jalaludin Rahmat, 2008)
1. Membersihkan hati dan menajamkan mata batin
Cahaya kearifan adalah lapar, menjauh dari Allah adalah kenyang, mendekati Allah ialah mencintai fakir dan miskin dan akrab dengan mereka. Jangan kenyangkan perutmu, nanti padam cahaya hikmah dalam hatimu (alhadist)
2. Melembuhkan hati dan membersihkannya sehingga mampu merasakan kelezatan berzikir. Sebabnya hilangnya kelezatan berzikir adalah perut yang kenyang. Bila kenyang hati akan buta dan kasar.
3. Meluluhkan dan merendahkan hati, menghilangkan kesombongan dan keliaran jiwa. Saat puasa orang merasakan kelemahan tubuh di hadapan kekuasaan Allah. Ketika Nabi ditawari kenikmatan dunia, beliau menolaknya dan berkata,” Aku ingin lapar sehari dan kenyang sehari; pada waktu lapar aku bisa bersabar dan merendahkan diriku, pada waktu kenyang aku bisa bersyukur.
4. Mengingatkan pada ujian dan azab Allah. Saat kenyang orang tidak akan mengingat pedihnya lapar dan haus. Orang yang arif akan mengenang derita, padahal derita saat sakaratul mau dan hari kiamat nanti lebih pedih lagi. Saat Nabi Yusuf asmenjadi mentri logistik, dia membiasakan shaum setiap hari. Orang bertanya padanya, “Mengapa Anda lapar padahal pembendaharaan bumi di tangan anda?” Yusuf as menjawab,”Aku takut kenyang dan melupakan orang yang lapar”
5. Mematikan keinginan untuk berbuat maksiat dan menguasai nafsu amarah. Saat kenyang, seseorang memiliki energi yang dapat menggerakan syahwat, terutama syahwat farji dan bicara. Kata Aisyah,“Bidah yang pertama terjadi setelah wafat Nabi saw adalah makan kenyang”
6. Mengurangi tidur dan membiasakan jaga. Orang yang kenyang, cenderung banyak tidur dan sulit bangun tengah malam untuk tahajud. “Jangan memberikan ilmu kepada perut yang kenyang, karena mereka akan mengubahnya menjadi mimpi. Jangan berikan sajadah kepada mereka, karena akan mengubahnya menjadi kasur, jangan berikan pekerjaan penting pada mereka karena mereka akan melalaikannya.
7. Memudahkan menjalankan ibadah. Waktu adalah anugrah Allah yang sangat berharga. Jika perhatian kita terpusat pada makanan, kita kan menghabiskan waktu untuk mencari makanan, memasaknya, menyiapkannya, menikmatinya, dst. Saat kita berpuasa, lebih banyak waktu untuk bermunajat, mengaji, shalat dan ibadah.
8. Menyehatkan tubuh dan menolak penyakit.
9. Pencapaian tingkat spiritual puasa dapat digambarkan melalui puisi berikut ini
Ada kebahagiaan rahasia bersama perut yang kosong.
Kita cuma alat musik petik, tak lebih, tak kurang.
Kotak suara penuh, musik pun hilang.
Bakar habis segala yang mengisi kepala dan perut dengan menahan lapar, maka setiap saat irama baru akan keluar dari api kelaparan yang nyala berkobar.
Ketika hijab habis terbakar, keperkasaan baru akan membuatmu melejit berlari mendaki setiap anak tangga di depanmu yang digelar.
Jadilah kosong, lalu merataplah seperti indahnya ratapan bambu seruling yang ditiup pembuatnya.
Lebih kosong, jadilah bambu yang menjadi pena, tulislah banyak rahasia-Nya.
Ketika makan dan minum memenuhimu, iblis duduk di singgasana tempat jiwamu semestinya duduk: sebuah berhala buruk dari logam duduk di Ka‘bah.
Ketika kau berpuasa menahan lapar, sifat-sifat baik mengerumunimu bagai para sahabat yang ingin membantu.
Puasa adalah cincin Sulaiman. Jangan melepasnya demi segelintir kepalsuan, hingga kau hilang kekuasaan.
Namun andai pun kau telah melakukannya, sehingga seluruh kemampuan dan kekuatan hilang darimu, berpuasalah: mereka akan datang lagi kepadamu, bagai pasukan yang muncul begitu saja dari tanah, dengan bendera dan panji-panji yang berkibaran megah.
Sebuah meja akan diturunkan dari langit ke dalam tenda puasamu, meja makan Isa. Berharaplah memperolehnya, karena meja ini dipenuhi hidangan lain, yang jauh, jauh lebih baik dari sekedar sup kaldu sayuran.
(Maulana Jalaluddin Rumi)
Bandung, 1 April 2022
Iip Fariha
Sumber Bacaan:
Bakri, Dr. H. Syamsul,M. Ag dan Ahmad Saifuddin, 2019. Sufi Healing, Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Fuad, Ikhwan, 2016. Menjaga kesehatan Mental Perspektif Al Quran dan Hadist, Jurnal an nafs, kajian dan penelitan psikologi
Ridha, DR Arkam, 2004. Indahnya Ramadhan di Rumah Kita, diterjemahkan oleh Heri Efendi dan Sarwedi. Jakarta : Robbani Press
Rakhmat, Jalaludin, 2008, The Road to Allah, Bandung: Penerbit Mizan