10 Jurus Mental Sehat & Bahagia
Resensi Sesi Bedah Buku
10 Jurus Mental Sehat dan Bahagia
Penulis: Teh Iip Fariha
Zoom, Sabtu 13 Agustus 2022
Seru banget mengikuti kembali sesi bedah buku ini, melalui rekaman Youtube. Antusiasme peserta pada sesi ini sudah bisa dirasakan bahkan sebelum sesi ini resmi dimulai. Selama hampir 2 jam penuh, antusiasme tersebut tidak memudar. Tidak hanya bahasan yang sarat kajian dan teori, sesi ini juga diwarnai percakapan ringan dan pertanyaan-pertanyaan praktis dari peserta sesi bedah buku.
Sesi ini dibuka dengan cantik oleh Teh Ciko, yang menyapa peserta juga panitia dengan caranya yang santun dan sangat personal. Kesediaan Teh Ciko untuk berbagi rasa dan pengalamannya sukses membingkai sesi Bedah Buku ini hingga menjadi sejalan dengan maksud dan tujuan sesi bedah buku.
Apa yang menarik dari buku ini? Bahkan sebelum masuk ke bagian halaman di dalam buku, design dari tampilan cover buku cukup menggugah semangat kepo, dari peserta yang hadir saat itu. Hadirnya gambar-gambar karikatur seorang lelaki berdampingan dengan seekor kucing, cukup signifikan sebagai yang menarik perhatian. Ekspresi yang seolah ditunjukkan bagi seorang wanita dengan cerminnya (yang katanya, Teh IIP banget), menambah semangat kepo dari pembaca (dan calon pembaca). Disini, keseruan mulai mengalir. Visual cover yang tampil sederhana, nyatanya, menjadi bagian penting yang ikut menggugah semangat dan energi untuk mulai meneruskan proses membedah buku. Belum lagi pilihan judul yang sederhana, sesederhana menampilkan angka 10 sebagai inti judul buku. Berbagai pertanyaan sejenis: “Mengapa 10?” “Ada apa dengan angka 10?”, menjadi bahan diskusi yang juga asyik untuk diikuti.
Selanjutnya, bahasan bedah buku mengalir sedemikian serunya. Teh Ciko, selaku moderator, tampil ciamik dalam menselaraskan konten, konteks dan berbagai topik seru yang ikutan hadir selama sesi. Teh Ciko, memainkan perannya sedemikian rupa. Dengan cara dan pendekatannya, Teh Ciko tampil kece saat menyampaikan rasa dan pengalamannya saat membaca buku, menjadi pelaku yang ikut menerapkan, juga sebagai professional konselor yang banyak melakukan pendampingan menggunakan jurus-jurus tersebut. Ragam peran tersebut, hadir pada cara Teh Ciko menanggapi kajian dan tinjauan buku.
So, bagaimana resensi-nya?
“Membaca buku ini, saya berasa, terkejut-kejut dengan setiap halamannya. Buku ini mengingatkan lagi, sejatinya, inilah hidup. Apapun itu, bagaimanapun, kita sedang menuju untuk menjadi pribadi yang lebih mulia. Jadi, selama kita berada dalam jalurnya, kita punya pilihan untuk menikmati perjalanan ini, nikmati mau senang, mau susah, semua dinikmati. Karena apa? Karena ini semua akan berakhir. Buku ini, memberi 10 jurus yang bisa kita pilih, kita sesuaikan dengan kebutuhan kita”
Demikian penggalan kalimat pembuka, yang rasanya, cukup bermakna, dari Kang Gimmy selaku Narasumber. Kang Gimny, memberi bingkai yang mudah dipahami orang lain, sebagai pengantar untuk membedah isi buku ini. Tidak sebatas memberi bingkai yang memudahkan konteks pembahasan, Kang Gimmy memperkuat tinjauannya dengan menyertakan banyak metafora atas ide, pendapat, serta cara Kang Gimmy dalam melakukan tinjauan buku. Dengan caranya Kang Gimmy pun mampu menghadirkan suasana cheerfull, dengan memberi celutukan-celutukan cantik sejenis berikut:
· Jadi, jangan kaget-kaget lah, supaya kalau ketemu sesuatu, kita gak terlalu euphoric. (ini maksudnya, ada situasi yang membangkitkan rasa senang, ya senang aja. Ada situasi yang membangkitkan sedih, ya sedih aja).
· Berasa duduk bareng Teh Iip. Rasanya, ada Teh Iip lagi disebelah saya. “Eh bener juga, eh itu kok saya banget?”
Pembaca bisa membayangkan bagaimana Kang Gimmy, dengan Bahasa tubuhnya yang khas, hadir di sebagai peninjau buku, tapi sambil melemparkan guyonan ringan (yang tidak recehan). Pastinya, membuat kita pun, ikut senyam-senyum, kan? Nyatanya, menjelang akhir sesi, Kang Gimmy mengakui, bahwa Kang Gimmy, ikut menerapkan salah satu jurus yang ada dalam buku. Jurus berapa? Jurus 9! (jurus yang juga saya menjadi jurus pengantar saat saya mulai membuka buku ini. silahkan kepoin jurus 9 itu, teman-teman. Dan, selamat bertemu dengan quotes dari sang Anonim, di jurus tersebut ?
Sejatinya, Kang Gimmy mengungkapkan bahwa, setiap yang Teh Iip tuangkan di buku ini, adalah semua pengetahuan The iip yang pernah dirasakan, bahkan utamanya pernah dilaksanakan, baik dalam sesi konsultasi dengan klien maupun dikeseharian. Sehingga, jangan kaget jika, dari satu halaman ke halaman lain, akan muncul penghayatan yang unik, khas dan cukup personal. Bagi Kang Gimmy, membaca buku ini, membawa Kang Gimmy pada kesadaran kalau situasi ini, jurus-jurus ini, pernah dihayati juga oleh orang lain. Bahwa jurus ini, pernah dilakukan orang lain. Maka pertanyaannya, kalau jurus-jurus ini pernah dilakukan orang lain, kenapa kita tidak bisa?
Dinamakan jurus, itu pun menarik. Seperti kita sedang silat. Silat itu sendiri kan, seni bela diri. Tapi tidak hanya itu, silat juga baik dan bagus sekali untuk kesehatan, selain untuk bertahan dan atau untuk memenangkan sesuatu dengan jurus itu. Maka, sehat mental itu, bukan hanya ketiadaan satu penyakit. Tapi ini tentang bagaimana kita bisa bertumbuh, kita bisa mengembangkan semua potensi kita, baik yang dimiliki secara psikologis, fisik, kesehatan, juga social.
Bagaimana aspek spiritual menyeruak dari para ahli indigenous, pun mewarnai prinsip-prinsip utama yang hadir melalui 10 jurus versi Teh Iip. Menarik Ketika bahasan spiritual ini, mengarah pada Islamic-spiritual wellbeing. Teh Iip selaku penulis, menambahkan fakta penting pada point ini, dimana, hal setiap orang adalah merasakan Bahagia. Dan untuk merasakan Bahagia, salah satu jurus yang hadir adalah jurus 10. So, terlepas dari latar belakang agama, ada jurus yang dapat dilakukan untuk sehat dan Bahagia. Teh Iip tidak membatasi jurus pada Islamic-spiritual sebagai bagian mutlak dari jurus tersebut. Tapi Teh Iip hadir dengan jurus tersebut, menyertakan prinsip dan keyakinan yang Teh Iip pegang. Tampaknya, inilah bagian penting yang juga menjadi highlight dalam sesi bedah buku ini.
Kang Gimmy memperkuat kembali bahasannya dengan mengajukan pertanyaan: Mengapa orang datang ke psikolog?
Karena sejatinya, setiap dari kita, punya peran. Kita perlu menyadari peran itu. Kita perlu (jurus) untuk membuka kran-kran yang masih menjadi penghambat. Pahami peran. Disitu, kita bisa menghadirkan makna akan keberadaan diri kita. Dengan memahami makna atas keberadaan diri kita, maka harga diri akan meningkat, kepercayaan diri meningkat, sampai akhirnya mampu berkarya dan menghasilkan prestasi. Cukup menjelaskan esensi utuh dari buku ini.
Bagi saya, secara umum, hal yang paling menarik selama prosesi bedah buku tersebut adalah, bagaimana Teh Iip selaku penulis, memberi ruang dan waktu seluas-luasnya bagi Kang gimmy, Teh Ciko dan peserta bedah buku untuk mengekspresikan apa dan bagaimana si Buku tersebut. Nyata terlihat bahwa sesi tersebut, menjadi panggung untuk buku itu sendiri. Bagaimana buku itu, benar-benar hadir dari kacamata orang lain, bukan hanya dari kacamata sang penulis. Teh IIp sebagai penulis, sebatas berbagi kisah atas cuplikan proses kehadiran buku. Selanjutnya, buku beserta tinjauan-tinjauannya, menjadi panggung dari seluruh rangkaian sesi tersebut.
Secara tersirat, ada nasihat bijak dari Kang Gimmy, selaku Psikolog, Dosen sekaligus professional pada bidangnya. Penting memiliki buku ini. Tapi lebih penting lagi untuk dibaca, lalu dipaksakeun untuk diaplikasikan. Hidup itu, memang kompleks. Kalau sederhana? Ya Rumah Makan ?
Salam Sehat, Salam Bahagia
Mau order buku? Mangga, klik disini
Narahubung: Deasy ( WA : 08122112239 )